LAPORAN PKL MANAJEMEN PEMBERIANPAKAN SAPI PERAH
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan sapi perah yang produksi susunya
tinggi dengan persentase kadar lemak yang rendah
apabila dibandingkan dengan bangsa sapi perah
lainnya. Produksi susu sapi perah dipengaruhi oleh faktor genetik (sifat
keturunan) dan faktor lingkungan. Kemampuan
sapi perah dalam memproduksi susu dipengaruhi oleh 30% genetik dan 70%
lingkungan. Manajemen pemeliharaan meliputi manajemen perkandangan dan sanitasi
lingkungan, manajemen pemberian pakan, manajemen pemerahan, pengaturan
perkawinan dan penanganan penyakit serta pencegahannya. Susu merupakan hasil
utama dari ternak perah, dengan kandungan gizi yang lengkap dan sangat
dibutuhkan oleh masyarakat. Nilai gizi yang terkandung antara lain karbohidrat,
protein, lemak, mineral, kalsium, vitamin A, asam amino esensial maupun non
esensial, dan sebagianya. Produksi susu yang dihasilkan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat di Indonesia masih sangat rendah, karenanya diperlukan
peningkatan hasil,produksi baik kualitas
maupun kuantitasnya.Peningkatan permintaan susu yang tidak diimbangi dengan
bertambahnya populasi sapi, tentu saja mengakibatkan kebutuhan akan susu tidak
terpenuhi. Pemenuhan produksi susu dengan penambahan ternak sapi perah
membutuhkan waktu yang lama. Hal ini membuktikan bahwa pengembangan usaha
ternak sapi perah memiliki peluang dan prospek usaha yang sangat cerah.
Meskipun demikian, prospek usaha ternak sapi perah yang sangat menjanjikan di
Indonesia ini tidak akan memperoleh hasil yang memuaskan tanpa memperhatikan
tata laksana pemeliharaan sapi perah itu sendiri. Manajemen pemeliharaan induk
laktasi sapi perah merupakan pelaksanaan pemeliharaan ternak setiap hari yang
kegiatannya meliputi pemberian pakan dan minum, sanitasi kandang, pelaksanaan
perkawinan, pemerahan, pembersihan dan kesehatan sapi, dan sistem perkandangan.
Efisien pengembang biakan dan pengembangan usaha ternak sapi perah hanya dapat dicapai apabila peternak
memiliki perhatian terhadap tata laksana pemeliharaan dan manajemen pengelolaan
yang baik.Faktor manajemen
pemberian pakan ternak sapi perah inilah yang memegang peranan
penting dalam usaha ternak perah. Adanya
kegiatan magang ini diharapkan dapat mengetahui semua manajemen yang berkaitan
dengan perusahaan peternakan karena sangat penting bagi mahasiswa untuk
menunjang pengetahuan dan pengalaman dilapangan sebelum terjun kedunia usaha
peternakan nantinya.
1.2 .Tujuan Praktek Kerja Lapang
1.
Mengetahui
dan memahami tentang manajemen pemberian pakan sapi perah periode laktasi.
2.
Meningkatakan pengetahuan. wawasan dan pengalaman mahasiswa tentang manajemen pemberian pakan sapin perah periode laktasi.
1.3 Manfaat
Pratek Kerja Lapang.
1.
Memberikan
informasi tentang manajemen pemberian pakan sapi perah periode laktasi kepada masyarakat yang membutuhkan.
2.
Mahasiswa
dapat mengembangkan lebih lanjut ilmu yang telah diperoleh di bangku kuliah
melalui praktek kerja lapang,
3.
Memberi
kesempatan bagi mahasiswa untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan
secara langsung tentang manajemen pemberian pakan sapi perah periode laktasi.
4.
Media
untuk mengaplikasikan ilmu dan teori yang di peroleh yang di bangku kuliah.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1.Manajemen
Pemberian Pakan Sapi laktasi
Pemberian pakan sapi
laktasi harus diperhitungkan dan disesuaikan dengan kebutuhan yang didasarkan
atas hidup pokok, pertumbuhan dan produksi. Pemberian pakan secara individu
pada sapi laktasi di kandang atau milking parlor berubah mengarah ke sistem
pemberian pakan yang baru. Meskipun metode yang lebih
baru tidak seefektif (Sudono,2008).
Pakan ternak yang
diberikan kepada sapi perah kandungan zat zat pakan seperti karbohidrat,
vitamin, protein, lemak air dan mineral. Pemberian pakan yang baik juga harus
mempertimbangkan palatabilitas dan aspek ekonomis. Pada pemberian pakan fase
laktasi dikenal Phase Feeding. Phase Feeding merupakan suatu program pemberian
pakan yang dibagi ke dalam periode-periode berdasarkan pada produksi susu,
persentase lemak susu, konsumsi pakan.
Fase 1 laktasi awal (early ) 0-70 hari setelah beranak Selama periode ini, produksi susu meningkat dengan cepat, puncak produksi susu dicapai pada 4-6 minggu setelah beranak. Pada saat ini konsumsi pakan tidak dapat memenuhi kebutuhan zat-zat makanan (khususnya kebutuhan energi) untuk produksi susu, sehingga jaringan-jaringan tubuh dimobilisasi untuk memenuhi kebutuhan. Selama fase ini, penyesuaian sapi terhadap ransum laktasi merupakan cara manajemen yang penting. Setelah beranak, konsentrat perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan zat-zat makanan yang meningkat dan meminimisasi problem tidak mau makan dan asidosis. Namun perlu diingat, proporsi konsentrat yang berlebihan (lebih dari 60% BK ransum) dapat menyebabkan asidosis dan kadar lemak yang rendah. Tingkat serat kasar ransum tidak kurang dari 18% ADF, 28% NDF, dan hijauan harus menyediakan minimal 21% NDF dari total ransum. Kandungan protein merupakan hal yang kritis selama laktasi awal. Upaya untuk memenuhi atau melebihi kebutuhan PK selama periode ini membantu konsumsi pakan, dan penggunaan yang efisien dari jaringan tubuh yang dimobilisasi untuk produksi susu. Ransum dengan protein 19% atau lebih diharapkan dapat memenuhi kebutuhan selama fase ini. protein suplemen yang ekivalen per 10 susu, di atas 50 susu.Bila zat makanan yang dibutuhkan saat laktasi awal ini tidak terpenuhi, produksi puncak akan rendah dan dapat menyebabkan ketosis. Produksi puncak rendah, dapat diduga produksi selama laktasi akan rendah. Bila konsumsi konsentrat terlalu cepat atau terlalu tinggi dapat menyebabkan tidak mau makan, acidosis, dan displaced abomasum. Untuk meningkatkan konsumsizat-zatmakanan:
Fase 1 laktasi awal (early ) 0-70 hari setelah beranak Selama periode ini, produksi susu meningkat dengan cepat, puncak produksi susu dicapai pada 4-6 minggu setelah beranak. Pada saat ini konsumsi pakan tidak dapat memenuhi kebutuhan zat-zat makanan (khususnya kebutuhan energi) untuk produksi susu, sehingga jaringan-jaringan tubuh dimobilisasi untuk memenuhi kebutuhan. Selama fase ini, penyesuaian sapi terhadap ransum laktasi merupakan cara manajemen yang penting. Setelah beranak, konsentrat perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan zat-zat makanan yang meningkat dan meminimisasi problem tidak mau makan dan asidosis. Namun perlu diingat, proporsi konsentrat yang berlebihan (lebih dari 60% BK ransum) dapat menyebabkan asidosis dan kadar lemak yang rendah. Tingkat serat kasar ransum tidak kurang dari 18% ADF, 28% NDF, dan hijauan harus menyediakan minimal 21% NDF dari total ransum. Kandungan protein merupakan hal yang kritis selama laktasi awal. Upaya untuk memenuhi atau melebihi kebutuhan PK selama periode ini membantu konsumsi pakan, dan penggunaan yang efisien dari jaringan tubuh yang dimobilisasi untuk produksi susu. Ransum dengan protein 19% atau lebih diharapkan dapat memenuhi kebutuhan selama fase ini. protein suplemen yang ekivalen per 10 susu, di atas 50 susu.Bila zat makanan yang dibutuhkan saat laktasi awal ini tidak terpenuhi, produksi puncak akan rendah dan dapat menyebabkan ketosis. Produksi puncak rendah, dapat diduga produksi selama laktasi akan rendah. Bila konsumsi konsentrat terlalu cepat atau terlalu tinggi dapat menyebabkan tidak mau makan, acidosis, dan displaced abomasum. Untuk meningkatkan konsumsizat-zatmakanan:
1.
Memberi hijauan kualitas tinggi,
2.
Proteinransumcukup,
3.
Tingkatkan konsumsi
konsentrat pada kecepatan yang konstan setelah beranak,
4.
Tambahkan1,0-1,lemak/ekor/haridalamransum,
5.
Pemberian pakan yang konstan,dan
6.
Minimalkan stress.
Fase 2, konsumsi BK
puncak, 10 minggu kedua setelah beranak.
Selama fase ini, sapi diberi pakan berkualitas (Sudon 1990) untuk mempertahankan produksi susu puncak selama mungkin. Konsumsi pakan mendekati maksimal sehingga dapat me-nyediakan zat-zat makanan yang dibutuhkan. Sapi dapat mempertahankan bobot badan atau sedikit meningkat. Konsumsi konsentrat dapat banyak, tetapi jangan melebihi 2,3% bobot badan (dasar BK). Kualitas hijauan tinggi perlu disediakan, minimal konsumsi 1,5% dari bobot badan untuk mempertahankan fungsi rumen dan kadar lemak susu yang normal. Untuk meningkatkan konsumsi
Selama fase ini, sapi diberi pakan berkualitas (Sudon 1990) untuk mempertahankan produksi susu puncak selama mungkin. Konsumsi pakan mendekati maksimal sehingga dapat me-nyediakan zat-zat makanan yang dibutuhkan. Sapi dapat mempertahankan bobot badan atau sedikit meningkat. Konsumsi konsentrat dapat banyak, tetapi jangan melebihi 2,3% bobot badan (dasar BK). Kualitas hijauan tinggi perlu disediakan, minimal konsumsi 1,5% dari bobot badan untuk mempertahankan fungsi rumen dan kadar lemak susu yang normal. Untuk meningkatkan konsumsi
1.
Memberi hijauan dan
konsentrat tiga kali atau lebih sehari,
2.
Memberibahanpakankualitastinggi,
3.
Membatasiurea0,2/sapi/hari,
4.
Meminimalkanstress,
5.
Menggunakan TMR (total mix ration)
2.2.Jenis
Pakan Sapi Laktasi
a.
Pakan Hijauan
Semua bahan
pakan hijauan yang diberikan kepada
ternak dalam bentuk segar, baik yang dipotong terlebih dahulu (oleh manusia)
maupun yang tidak (disengut langsung oleh ternak). Hijauan segar umumnya
terdiri atas daun-daunan yang berasal dari rumput-rumputan, tanaman bijibijian/
jenis kacang-kacangan.Rumput-rumputan merupakan hijauan segar yang sangat
disukai ternak, mudah dieroleh karena memiliki kemampuan tumbuh tinggi,
terutama di daerah tropis meskipun sering dipotong/disengut langsung oleh
ternak sehingga menguntungkan para peternak/ pengelola ternak. Hijauan banyak
mengandung karbohidrat dalam bentuk gula sederhana, pati dan fruktos. Menurut Blakely dan bade (1996 yang sangat berperan dalam menghasilkan energi,
-
Rumput-rumputan
Rumput Gajah
(Pennisetum purpureum), rumput Benggala (Penicum maximum), rumput Setaria
(Setaria sphacelata), rumput Brachiaria (Brachiaria decumbens), rumput Mexico
(Euchlena mexicana) dan rumput lapangan yang tumbuh secara liar.
-
Kacang-kacangan
Kacang-kacangan: lamtoro (Leucaena leucocephala),
stylo (Sty-losantes guyanensis), centro (Centrocema pubescens), Pueraria
phaseoloides, Calopogonium muconoides dan jenis kacang-kacangan lain.
-
Daun-daunan
Daun nangka, daun
pisang, daun turi, daun petai cinan
b.
Pakan
Konsentrat
Konsentrat merupakan suatu campuran pakan yang
mengandung kadar serat
kasar rendah dan mudah dicerna. Konsentrat juga merupakan bahan pakan tambahan yang berfungsi sebagai pelengkap
kebutuhan nutrisi utama yang belum terpenuhi
dalam pemberian pakan hijauan atau pakan kasar (Anonimous,1990).
Konsentrat
memiliki energi yang tinggi dan serat
kasar yang rendah. Pemberian
konsetrat pada sapi perah harus disesuaikan dengan kebutuhan sapi.Jumlah konsentrat yang diberikan untuk sapi perah, karena apabila
konsentrat terlalu banyak diberikan akan mengakibatkan kegemukan pada sapi perah sehingga reproduksi sapi perah
terganggu (Anggorodi, 1979).Bahan pakan konsentrat adalah bahan pakan yang
mengandung satu atau lebih
zat makanan dalam makanan dalam
konsentrat tinggi yang terdiri dari bahan pakan
sumber energi, sumber protein, sumber mineral dan vitamin (Syarief, 1995).
2.3.Cara
Pemberian Pakan
a.
Pakan hijauan di potongan
Cara pemberian pakan bisa juga dikatakan untuk ternak ruminansia
sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan
nutrisi ternak. Pemberian hijauan sebaiknya dipotong sekitar 3-5 cm lantaran
pemotongan hijauan yang lebih pendek bisa menaikan luas permukaan menjadikan
menigkatkan penetrasi enzim terhadap substrat serta pada akhirnya bisa menaikan
kecernaan bagi ternak. Dalam pemberiannya perlu diperhatikan hijauan yang telah
di sebutkan disukai ternak serta tak memiliki kandungan racun ataupun toxin
menjadikan bisa membahayakan perkembangan ternak yng mengkonsumsi. Akan tetapi
permasalahan yng ada bahwasanya hijauan di daerah tropis semisal di wilayah
indonesia memiliki kualitas yng tidak lebih baik menjadikan bagi atau bisa juga
dikatakan untuk memenuhi kebutuhan gizi ternak yang telah di sebutkan, butuh
ditambah yang dengannya pemberian pakan konsentrat (Siregar,
1994). Pemberian pakan bagi atau bisa juga dikatakan untuk konsentrat
serta hijauan sebaiknya diberikan selang waktu ± sekitar 2 jam agar pakan bisa
termanfaatkan yang dengannya optimal (meminimalisir pakan yng terbuang).
Frekuensi pemberian pakan sebaiknya pun ditingkatkan lantaran frekuensi
pemberian pakan yng lebih tidak sedikit bisa menaikan konsumsi pakan ternak
dibandingkan yang dengannya frekuensi pemberian pakan yng rendah yang dengannya
pemberian pakan yng langsung tidak sedikit sekalian dalam satu waktu, akan
tetapi peningkatan frekuensi pemberian pakan ini pun perlu disesuaikan yang
dengannya jumlah tenaga yng tersedia.Kebutuhan kuantitatif dihitung berdasar
bahan kering (BK).
Kebutuhan BK bagi
atau bisa juga dikatakan untuk ternak ruminansia berkisar antara 3-8 % dari
bobot badan. Kebutuhan bk ternak ruminansia dipengaruhi oleh umur serta kondisi
ternak. Ternak dewasa butuh bk lebih tidak banyak daripada ternak yng lebih
muda pada umur yng percis, lantaran kebutuhan pokok hidup sapi dewasa relatif
lebih kecil. Dalam manajemen pemberian pakan, penggantian pakan perlu di
lakukan secara bertahap. Andaikan ternak telah terbiasa makan rumput, lantas akan
diganti yang dengannya pakan berupa jerami padi, maka pemberian jerami padi
perlu tidak banyak demi tidak banyak. Pertama-tama, jerami padi perlu dicampur
yang dengannya rumput serta secara bertahap jumlah jerami padi ditingkatkan
sampai-sampai pakan ternak berubah menjadi jerami padi. Perubahan jenis pakan,
yng secara tiba-tiba bisa berakibat ternak stress, menjadikan tak mau makan.
Oleh lantaran itu cara pemberiannya di lakukan tidak banyak demi tidak banyak
agar ternak menyesuaikan diri dahulu, selanjutnya pemberian ditambah hingga
jumlah pakan yng sesuai kebutuhannya, sedangkan air minum diberikan secara ad
libitum.Bagi atau bisa juga dikatakan untuk pemberian konsentrat bisa di
lakukan yang dengannya cara kering ataupun basah (komboran). Siregar (1994), menyatakan
bahwasanya pemberian konsentrat yng dicampur air akan menghasilkan campuran yng
benar-benar homogen. Di jelaskan lebih lanjut oleh Sindoeredjo (1997), bahwasanya pemberian konsentrat yang
dengannya cara basah akan menambah palatabilitas serta daya telan pakan,
menjadikan akan menaikan konsumsi pakan. Yng butuh diperhatikan bila pemberian
bentuk basah merupakan konsentrat yang telah di sebutkan perlu habis dalam
sekali pemberian menjadikan tak terbuang. Konsentrat sebaiknya diberikan
sebelum hijauan yang dengannya tujuan bagi atau bisa juga dikatakan untuk
merangsang aktivitas mikroorganisme dalam rumen, lebih-lebih bakteri
selulolitik yng mencerna serat kasar. Pemberian konsentrat yng di lakukan dua
jam sebelum pemberian hijauan akan menaikan kecernaan bahan kering serta bahan
organik ransum.
Waktu terbaik pemotongan
rumput adalah saat menjelang berbunga, karena saat kondisi inilah rumput
memiliki kualitas dan kuantitas kandungan nutrisi yang optimal.Pemberian
hijauan rumput sebanyak 10% dari berat badan. Pemberian hijauan
legume/ kacang – kacangan sebanyak 1% dari berat badan.Pemberian hijauan pakan
setelah dilayukan terlebih dahulu. Untuk mencegah
mencret dan kembung, sebaiknya rumput dan legume jangan dipanen saat masih
terlalu muda. Ternak ruminansia lebih menyukai pakan bentuk
butiran (hijauan yang dibuat pellet atau
dipotong) daripada hijauan yang diberikan seutuhnya. Hal ini berkaitan
erat dengan ukuran partikel yang lebih mudah dikonsumsi dan dicerna. Oleh
karena itu, rumput yang diberikan sebaiknya dipotong-potong menjadi partikel
yang lebih kecil dengan ukuran 3-5 cm Pemberian pakan penguat/ konsentrat sebanyak 1%
dari berat badan.
b.
Cara memberi konsentrat
Sampai
saat ini masih banyak peternak sapi perah memberikan pakan konsentrat dicampur
air secara berlebihan, terkesan sapinya dipaksa minum sebanyak-banyaknya
sehingga perut sapi menjadi besar. Perlakuan yang demikian itu kurang baik
karena makanan konsentrat yang dicampur air akan merangsang menutupnya saluran
rumen. sehingga makanan akan langsung masuk omasum. Jadi makanan konsentrat
kurang dapat dimanfaatkan (pencernaan konsentrat kurang sempurna kerena tidak
melalui rumen), karena makanan konsentrat yang dicampur dengan air berlebihan
langsung ditelan masuk omasum tanpa adanya proses pengunyahan kembali
(remastikasi). Agar sapi mau makanan kering sebaiknya dibiasakan sejak pedet,
yaitu sejak pedet diberi pakan formula berupa calf starter atau berupa pakan
konsentrat dan diberikan dalam bentuk kering. (Ako, 2013).
2.4.Frekuensi Pemberian Pakan
Mengatur jadwal pemberian pakan ternak sapi baik
untuk diterapkan pada jam-jam tertentu dan tidak diubah-ubah. Sebagai contoh,
misalnya pemberian pakan dipagi hari jam 07.00 kemudian untuk makan siang jam
12 00 dan sore jam 15.00 maka usahakan selalu pada jam-jam tersebut. Menurut Hartanto,(2008) cara ini dapat
merangsang ternak sapi menjadi terbiasa makan di jam – jam yang sudah
ditentukan, sehingga ketika pakan diberikan, maka sapi akan segera memakannya
dengan lahap. Dengan begitu, konsumsi pakan akan lebih optimal.
Hijauan
Semakin
tinggi susu yang diproduksikan oleh seekor sapi perah, semakin banyak pula
energi dan zat-zat makanan lainnya yang dibutuhkan oleh sa pi tersebut .
Usaha-usaha untuk memenuhi kebutuhan zat-zat makanan pada sapi-sapi perah yang
berproduksi susu tinggi, sering terbentur pada ketidakmampuan sapi-sapi
tersebut untuk mengkonsumsi pakan yang diberikan . Hal ini akan dapat
ditanggulangi dengan meningkatkan frekuensi pemberian pakan.
Penelitian-penelitian
mengenai frekuensi pemberian pakan terhadap konsumsi pakan dan dampaknya
terhadap peningkatan produksi susu sapi sapi perah, telah dilakukan puluhan
tahun yang lalu. Penelitian yang telah dilakukan Morrison (1959) menyatakan bahwa pemberian pakan dari satu kali
menjadi dua kali sehari pada sapi-sapi perah yang sedang berproduksi susu akan
berakibat pada: Konsumsi
bahan kering hijauan meningkat 10%, Produksi susu meningkat sampai dengan 6%
, Memberikan keuntungan yang lebih besar
di atas biaya pakan dan tenaga kerja lainnya yang telah dilakukan oleh Campbell (20011). mengungkapkan bahwa pem berian pakan yang
lebih sering pada sapi- pera yang sedang berproduksi sapi yang berakibat pada. Peningkatan konsumsi
pakan , Peningkatan produksi susu, Peningkatan kadar lemak susu.
Dari penelitian yang diutarakan di atas dapat
disimpulkan bahwa frekuensi pemberian pakan akan dapat meningkatkan konsumsi
pakan, sehingga produksi susu akan mengalami peningkatan. Peningkatan susu
tersebut terjadi karena energi dan zat-zat makanan lainnya yang diperlukan
untuk memproduksi susu tersedia dalam jumlah lebih banyak.
Frekuensi pemberian pakan tidak hanya
meningkatkan konsumsi pakan, akan tetapi juga meningkatkan kecernaan bahan
kering pakan. Penelitian yang diutarakan oleh Mc Cullouh (2013) pada Sapih perah mendapatkan, bahwa pemberian
pakan dari satu kali menjadi 4 kali sehari akan dapat meningkatkan kecernaan
bahan kering dari 63,9% menjadi 67,1 % dan penyediaan protein dalam rumen meningkat
dari 2,2 g menjadi 3,19 g/ hari. Peningkatan kecernaan bahan kering pakan akan
menambah jumlah zat-zat makanan yang dapat diabsorbi untuk kebutuhan
memproduksi susu. frekuensi pemberian pakan akan berimbas pada
fungsi rumen dan performa sapi apabila dilakukan pencampuran antara hijauan
dan konsentrat, hijauan diberikan terlebih dahulu pada saat pagi hari kemudian
diikuti dengan campuran tepung (konsentrat).
Konsentrat
Sampai saat ini masih banyak peternak sapi
perah memberikan pakan konsentrat dicampur air secara berlebihan, terkesan
sapinya dipaksa minum sebanyak-banyaknya sehingga perut sapi menjadi besar. Perlakuan
yang demikian itu kurang baik karena makanan konsentrat yang dicampur air akan
merangsang menutupnya saluran rumen. sehingga makanan akan langsung masuk
omasum. Jadi makanan konsentrat kurang dapat dimanfaatkan (pencernaan
konsentrat kurang sempurna kerena tidak melalui rumen), karena makanan
konsentrat yang dicampur dengan air berlebihan langsung ditelan masuk omasum tanpa
adanya proses pengunyahan kembali (remastikasi). Agar sapi mau makanan kering
sebaiknya dibiasakan sejak yaitu s diberi pakan formula berupa calf starter
atau berupa pakan konsentrat dan diberikan dalam bentuk kering.
2.5.Jumlah
Pemberian Pakan
a.
Pemberian
hijauan 10 % bb
b.
Pemberian
Konsentrat 1-2 % bb
Hijauan. Program pemberian pakan sapi laktasi yang baik dapat meminimal kan metabolik pada atau segera setelah beranak
dan meningkatkan produksi susu selama laktasi berikutnya. Sapi kering harus
diberi makan terpisah dari sapi laktasi. Ransum harus diformulasikan untuk
memenuhi kebutuhannya yang spesifik: maintenance, pertumbuhan foetus, pertambahan bobot badan yang tidak terganti
pada fase 3. Konsumsi BK ransum harian sebaiknya mendekati 10% BB; konsumsi
hijauan minimal 1% BB; konsumsi konsentrat bergantung Sudono DKK., 2003)
Pemberian
pakan pada sapi perah laktasi harus sesuai dengan bobot badan sapi, produksi
susu dan kadar lemak susu Untuk memenuhi
kebutuhan pokok dan produksi, pakan yang diberikan kepada sapi perah yaitu hijauan ± 10% dari bobot badan, konsentrat 1 -
2% dan total BK 2 - 4% dari bobot
badan (Herlambang, 2014). Hijauan
merupakan seluruh tanaman yang
terdiri dari batang, daun dan buah yang dicacah maupun diberikan secara
langsung kepada ternak (Kumalaningsih
dkk., 2009).
Pemberian
konsentrat sebaiknya 50% dari jumlah produksi
susu yang dihasilkan, karena
konsentrat memiliki pengaruh terhadap produksi
susu dan kadar berat jenis susu, sedangkan kadar lemak susu dipengaruhi
oleh kualitas hijauan yang diberikan(Sudono
dkk., 2003). Distiller’s dried grains with solubles merupakan hasil samping
penggunaan jagung untuk etanol yang dapat digunakan sebagai salah satu bahan
pakan sumber protein yang baik untuk sapi perah (Tangendjaja, 2008). Mineral memiliki fungsi yang penting bagi tubuh
ternak, diantaranya sebagai pembentukan dan pemeliharaan tulang dan gigi, serta
sebagai pemelihara keseimbangan asam-basa di dalam tubuh ternak (Tillman DKK., 1999). Air minum harus
selalu tersedia dan diberikan secara ad
libitum, karena 87% komponen penyusun susu
berupa air dan sisanya merupakan
bahan kering (Sudono DKK., 2003).
Untuk memproduksi 1 kg susu dibutuhkan 4-5 kg air minum per hari (Tillman DKK., 20015).
Jumlah pemberian
pakan hijauan pada sapi perah dapat dilakukan dengan secara adlibitum (Santosa, 2002).Tingkat
konsumsi pakan ternak ruminansia umumnya didasarkan pada konsumsi bahan kering
pakan, baik dalam bentuk hijauan maupun konsentrat, persentase konsumsi bahan
kerin gmemiliki grafik meningkat sejalan dengan pertambahan berat badan sampai
tingkat tertentu,kemudian mengalami penurunan Ratarata kemampuan konsumsi
bahan kering bagi ruminansia adalah 2-3% dari berat badan (Mc.Cullough, 1973)
Atau 2,5-3,2% menurut (Sugeng, 2002). Imbangan Hijauan dan Konsentrat Ransum
ternak ruminansia pada umumnya terdiri dari hijauan dan konsentrat. Pemberian
ransum kombinasi kedua bahan itu akan member peluang terpenuhinya nutrient dan
biayanya relative murah. Namun bias juga ransum terdiri dari hijauan/
konsentrat saja Apabila ransum terdiri dari hijauan saja maka biayanya relative
muh dan lebihekonomis, tetapi produksi yang tinggi sulit tercapai, sedangkan
pemberian ransum hanya terdiri dari konsentrat saja akan memungkinkan tercapainya produksi susu yang tinggi, ransumnya relative mahal
dan kemungkinan bias terjadi gangguan pencernaan (Siregar1996).Pakan ternak
untu sapi perah merupakan factor yang penting untuk meningkatkan produksinya
Pakan yang baik adalah pakan yang mengandung protein, karbohidrat, lemak,
vitamin dan mineral. Protein adalah unsure utama dalam pemberian pakan. Organ
tubuh dan pertumbuhan, sedangkan karbohidrat berguna sebagai sumber energy yang
digunakan untuk proses metabolisme (Darmono,1999)
Pakan hijauan
sebaiknya diberikan pada siang hari setelah kegiatan pemerahan sebanyak lebih
kurang 30-50 kg/ekor/hari Sedangkan pakan berupa rumput bagi sapi perah dewasa
diberikan lebih kurang sebanyak 10 % dari bobot badan atau BB dan pakan
tambahan diberikan sebanyak 1-2 % dari BB. Pakanhijauan pada sapi perah
pemberian pakan pada ternak di tunjukan untuk memehui kebutuhan biologis
ternak.Baik kebutuhan pokok maupun produksi. Kebutuhan untuk mempertahankan
bobot badan, sedangkan kebutuhan produksi untuk memproduksi air susu,
pertumbuhan, dan reproduksi jika pakan hanya cukup untuk memenuhui hidup pokok,
maka bobot badan sapi tidak akan naik dan tidak akan bahan pakan berserat
berupah hijauan merupakan pakan utama sapi perah seperti rumput dan legum.
hijauan merupakan pakan utama sapi perah yang mengandung kadar serat tinggi,
pakan hijauan biasa dikatakan sebagai pakan pokok (makro). Jadi sumber utama
untuk kelangsungan hidup sampai berasal dari disini.Umumnya pakan hijauan
menggunakan rumput-rumputan berkualitas sedang seperti rumput raja, rumput
gajah, rumput alam, rumput lapangan, rumput benggala, dan rumput setaria.
Sedangan hijauan berkualitas seperti kacang-kacangan leguminosa (gliricidia
lamtro kaliadra) baru dan bangsa umbi-an biasa jadi pilihan utama. Penggunaan
pakan hijauan sifatnya wajib paling tidak sekitar 60-70% harus ada di dalam
pakan ternak sapi perah disamping pakan tambahan. Pakan hijauan diberikan pada
siang hari telah pemeran sebanyak kurang
lebih 30-50 kg atau kurang lebih 10% berat badan sapi perekor setiap harinya
setelah sapi di perah agar susu hasil perahan tidak berbau. Tetapi harus diperhatikan
jika pemberian hijauan terlalu banyak bias menggagu penternahan yang berdampak
pada badan sapi pengemukan yang mengurangi efisiensi produksi susu sapi bahkan
bias menyebabkkan kematian karena displace abomasums.Pakan hijauan diberikan 2-
3 kali sehari, untuk pagi dan siang sesudah pemerahan susu. Pakan hijauan
diberikan sebanyak lebih kurang 10% dari berat badan (BB) Pakan konsentrat
hanya akan diberikan jika dalam keadaan kering sesudah kegiatan pemerahan 1-2
kali sehari sebanyak 1,5-3% dari berat badan (BB).Air minum disediakan secara
tidak terbatas.
2.6.Jumlah pemberian konsentrat.
Pada sapi perah yang perlu di perhatikan selain jumlahnya juga kandunga nutrisinya. Bahan pakan konsentrat merupakan pakan
mengandung serat kasar rendah dan bersifat mudah dicerna, misalnya
dedak, bungkil kedelai, bungkil kacang tanah, jagung, kedelai. Zat-zat makan
yang tidak dapat dipenuhi oleh rumput dan hijauan untuk memenuhi kebutuhan zat
makanan sapi perah, dilengkapi oleh zat-zat makanan yang berasal dari pakan.Pemberian pakan
pada sapi perah dapat dilakukan dengan secara adlibitum di batasi pemberian
secara libitum sering kali tidak
efisien karena akan menyebabkan bahan pakan banyak terbuang dan
pakan yang tersisa menjadi busuk sehingga ditumbu hijauan dan
sebagainya yang akan membahayakan ternak bila termakan (Santosa, 2002).Tingkat
konsumsi ternak ruminansia
umumnya didasarkan ada konsumsi bahan keringpakan, baik dalam bentuk hijauan maupun
konsentrat, persentase konsumsi bahan kering memiliki grafik meningkatkan
sejalan dengan pertambahan berat badan sampai tingkat tertentu,kemudian
mengalami penurunan Rata-rata kemampuan konsumsi dari berat badan (Mc.Cullough,
1999) Atau
2,5,3,2 % menurut (Sugeng, 2002). Imbangan Hijauan dan Konsentrat Ransum ternak
ruminansia pada umumnya terdiri dari hijauan dan konsentrat. Pemberian ransum
berupa kombinasi kedua bahan itu akan peluang terpenuhinya nutrien dan biayanya
relatif murah. Namun bisa juga ransum terdiri dari hijauan atau pun konsentrat saja.
Apa bila ransum terdiri dari hijauan saja maka biayanya relatif murah dan lebih
ekonomis, tetapi produksi yang tinggi sulit tercapai, sedangkan pemberian
ransum hanya teriidari konsentrat saja akan memungkinkan tercapainya produksi susu
tinggi, ransumnya relatif mahal dan kemungkinan bisa terjadi pencernaan
(Siregar, 1996) Pakan ternak untu sapi perah merupakan faktor yang penting
untukmeningkatkan produksinya. Pakan yang baik adalah pakan yang mengandung
protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Protein adalah unsur utama
dalam pemberian pakan organ tubuh dan pertumbuhan, sedangkan karbohidrat
berguna sebagai sumber energi yang digunakan untuk proses metabolisme (Darmono,
1999) Pada usaha
penggemukan sapi, pemberiaan pakan konsentrat lebih banyak dari pada hijauan, hal ini
bertujuan untuk meningkatkan pertambahan berat badan yang cepat. Pada sapi perah yang perlu
diperhatinkan selain jumlahnya juga kandungan nutrisinya. Bahan pakan konsentrat merupakan pakan
mengandung serat kasar rendah dan bersifat mudah dicerna, misalnya
dedak, bungkil kedelai, bungkil kacang tanah, jagung, kedelai. Zat-zat makan yang tidak dapat dipenuhi oleh rumput
dan hijauan untuk memenuhi kebutuhan zat makanan sapi perah, dilengkapi oleh zat-zat makanan yang berasal dari
pakan konsentrat Perbandingan jumlah konsentrat dan hijauan
dalam ransum sapi pearh atas dasar bahan kering adalah 70%
dan 30% (Anonimus 2011).
BAB III
METODE
PERAKTEK KERJA LAPANG
3.1.Lokasi
dan Waktu PKL
Peraktek Kerja Lapang
dilaksanakan selama 1 bulan 40 hari dengan kisaran 8 jam kerja per hari. Praktek Kerja Lapang (PKL) dimulai pada tanggal
18 September sampai 30 Oktomber 2017 bertempat
di CV. Milkindo Berkah
Abadi,Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang.
3.2.Metode
pelaksanaan
Metode yang digunakan dalam
PKL ini adalah partisipasi aktif dalam melakukan proses pemberian pakan dan
observasi secara langsung yaitu dengan melakukan secara langsung proses
manajemen pemberian pakan sapi perah periode laktasi. Kegiatan yang dilakukan
dalam PKL ini antara lain: pengenalan ternak, kegiatan mengelola induk laktasi dan
penanganan induk laktasi , mengelola manajemen pemberian pakan sapi perah
periode laktasi.
1.
Observasi/pengamatan
Observasi merupakan suatu
metode yang digunakan dengan cara melakukan pengamatan secara langsung serta
mencari dan mencatat tentang berbagai hal yang ada hubungannya dengan manajemen
pemeliharaan kesehatan sapi perah di Cv. Milk indo berkah abadi.
2. Interview/wawancara
Metode ini merupakan pengumpulan data dengan
cara melakukan tanya jawab secara langsung kepada pembimbing lapangan yang ada
di lokasi tersebut untuk
mendapatkan informasi yang lebih banyak dan lebih jelas mengenai manjemen
pemberian pakan sapi perah,
periode laktasi.
3. Praktek Kerja Lapang
Dalam Kegiatan ini ikut terlibat secara
langsung dalam manajemen pemberian pakan sapi perah periode laktasi
3.3.Variabel yang di Amati
Variable yang di amati dalam
kegiatan PKL meliputi manajemen pemberian pakan sapi
perah periode laktasi yaitu;
1.
Manajemen pemberian pakan
2.
Jenis-jenis pakan
3.
Frekuensi pakan yang diberikan
4.
Cara pemberian pakan
5.
Jumlah pemberian pakan
3.4.Analisis Data
Data yang di peroleh dari PKL dianalisis secara deskriptif kualitatif untuk memberikan gambaran
tentang manajemen pemberian pakan sapi perah periode laksasi.
DAFTAR. PUSTAKA
Akoso,
B. T. 1996. Kesehatan Sapi. Kanisius.
Yogyakarta.
Anonimus. 1995. Petunjuk Beternak
Sapi Perah dan Kerja. Kanisius.
Yogyakarta.
Anonimus .1996.
Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah .Kanisius.
Yogyakarta.
Anonimus. 2002. Beternak Sapi
Perah. Kanisius.
Yogyakarta.
Blakely, J dan D.H, Bade.
1994. Ilmu Peternakan. Edisi ke empat. Di terjemahkan oleh Srigandono, B.
Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Budiharjo
dan Ernawati, 2002. Intergrasi Padi dengan Sapi Perah. Badan
Penelitian
dan pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jawa
Tengah.
Djarirah, A.S. 1996. Pengembangan Persusuan dan
Dampak Bagi Pengembangan
Operasi dan Peternak. Penebar Swadaya. Jakarta
Djojowidagdo, S. 1982. Mastitis Mikotik, Radang
Kelenjar Susu oleh Cendawan
pada Ternak Perah. Warta Zoa 1: 9-12. Kanisius.
YogYakarta.
Girisonta. 1995. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah .Kanisius.
Yogyakarta.
Hadiwiyoto, S. 1983. Tekhnik Uji Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Liberty.
Yogyakarta.
Kusnadi, U. 1983. “Efisiensi Usaha Peternakan Sapi Perah yang
Tergabung dalam
Koperasi di Daerah Istimewa Yogyakarta”,
Proceeding Pertemuan Ilmiah
Ruminansia Besar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.
Bogor.
Mukhtar, A. 2006. Ilmu Produksi Ternak Perah Lembaga
Pengembangan
Pendidikan
(LPP) dan (UNS Press). Surakarta.
Muljana, B.A. 1987. Pemeliharaan dan Kegunaan
Ternak Perah. CV.Aneka Ilmu. Semarang.
Sarwono, B. dan H.B.Arianto. 2002. Sapi Perah Secara Cepat.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Siregar, A.G.A. 1995. Pengaruh Cuaca dan Iklim
Pada Produksi Susu. Institut
Pertanian Bogor, Fakultas Kedokteran Hewan.
Jakarta.
Siregar D.A. 1996. Usaha Ternak Sapi. Kanisius
Yogyakarta.
Siregar S. B. 1993. Sapi Perah, Jenis, Tekhnik
Pemeliharaan dan Analisis Usaha.
Angkasa, Bandung. xli
Siregar S. B. 1996. Konsep Peraturan Makanan
Ternak tentang Standar Makanan
Sapi Perah. Usaha Angkasa. Bandung.
Sitorus, P.E. 1983. Perbandingan Produktivitas
Sapi Perah Impor di Indonesia.
Laporan Khusus Kegiatan Penelitian Periode
Tahun 1999-1997. Balai
Penelitian Ternak. Bogor
Soebandryo. 2001. Pemanfaatan Limbah Ternak.
Trobos, edisi 11 hlm 7. Jakarta
Sudono, A. 1993. Perkembangan Ternak Ruminansia
Besar Ditinjau dari Ilmu
Pemuliaan Ternak Perah di Indonesia. Proceeding
Pertemuan Ilmiah
Ruminansia Besar. Puslitbangnak. Bogor.
Sudono, A. 1999. Ilmu Produksi Ternak Sapi
Perah. Cetakan ke 1. Jurusan Ilmu
Sudono, A. 2003. Keuntungan Dalam Pengolahan
Limbah Ternak. Trobos.
Jakarta.
Produksi Ternak. Fakultas Peternakan IPB Bogor.
Sudono, A, R. F. Rosdiana, dan B. S. Setiawan. 2003.
Beternak Sapi Perah
Secara Intensif . Agromedia Pustaka. Jakarta.
Sugeng, Y.B. 2001. Laporan Feasibility Study
Sapi Perah di Daerah Sumatera
Utara, Survey Agro Ekonomi. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Sutardi, T. 1983. Pengaruh Kelamin dan Kondisi
Tubuh Terhadap Hubungan
Bobot Badan dengan Lingkat Dada pada Sapi
Perah. Media Peternakan,
Agromedia Pustaka. Jakarta.
Sutardi, T. 1984. Konsep Pembakuan Mutu Ransum
Sapi Perah. Institut Pertanian
Bogor, Fakultas Peternakan. Jakarta.
Syarief, M.Z. dan Sumoprastowo, C.D.A. 1985.
Ternak Perah. CV.Yasaguna.
Jakarta.
Toelihere, M.Z. 1985. Ilmu Kebidanan pada
Ternak Sapi dan Kerbau. Universitas
Indonesia Press. Jakarta.
Widodo. 2003. Bioteknologi Susu. Lacticia
Press. Yogyakarta.
Williamson, G. dan W.J.A. Payne. 1993.
Pengantar Peternakan di Daerah
Tropis.Diterjemahkan oleh Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Zainuddin, G. 1982. Hijauan Makanan Ternak, Apa
dan Bagaimana. Swadaya
Warta Persusuan Indonesia. Jakarta.
Editor:
nama :wemilenus karoba
Komentar
Posting Komentar